Welcome and browse .showpageNum a { color:#FFF;padding:4px 10px; margin:0 2px; text-decoration:none; -webkit-border-radius:2px;- moz-border-radius:2px; background:#848484 } .showpageOf { color:#222; margin:0 6px 0 0 } .showpageNum a:hover { background:#222; color:#FFF } .showpagePoint { color:#FFF; text-shadow:0 1px 2px #333; padding:4px 10px; margin:0 2px; -webkit-border-radius:2px; -moz-border-radius:2px; background:#222; text-decoration:none } img.label_thumb { float:left; padding:3px; background:#CCC; border:1px solid #A4A4A4; width:100px; height:75px; margin-right:10px; margin-top:10px } img.label_thumb:hover { opacity:0.8; filter:alpha(opacity=80); -moz-opacity:0.80; -khtml-opacity:0.8 } #navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none } .hovereffect img { opacity:0.5; filter:progid:DXImageTransform.Microsoft.Alpha(opacity=50); -moz-opacity:0.5; -khtml-opacity:0.5; } .hovereffect:hover img { opacity:1.0; filter:progid:DXImageTransform.Microsoft.Alpha(opacity=100); -moz-opacity:1.0; -khtml-opacity:1; } #under_header{ margin:10px 0; padding:1%; width:98%; } #trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;right:0px; top:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); } #navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none }

Minggu, 17 April 2011

Cerpen Kehidupan

Sumber Kesaksian: Dwi Krismawan & Bethania Eden (jawaban.com)

Sejak kecil saya memang memiliki harapan. Saya memegang impian kelak kalau saya sudah besar saya ingin jadi pilot. Tiap kali ada pesawat yang lewat diatas rumah saya bilang : “Saya ingin jadi pilot!”. Begitu besar harapan dan impian tersebut, saya nyatakan dalam mainan saya dimana saya mempunyai kolekasi berbagai macam model pesawat. Semakin lama harapan dan impian untuk menjadi seorang pilot menjadi semakin besar.

Tahun 1992 Dwi Krismawan diterima di Sekolah Tinggi Penerbangan Curug. Dengan bangga dan penuh harapan, ia menjalani hari-harinya untuk menjadi seorang pilot yang handal.


Setelah satu tahun saya menjalani sekolah penerbangan tersebut, tanggal 28 Januari 1997 dimana tinggal tiga bulan lagi saya akan diwisuda, jam 6 pagi dengan menggunakan pesawat jenis FG-10, saya dan instruktur terbang pada ketinggian sekitar 2000 kaki, menuju kota Jasinga Bogor.

Pagi itu cuaca kurang begitu bagus, tapi instruktur saya memaksakan untuk melanjutkan latihan. Ternyata hari itu adalah penerbangan saya yang terakhir. Tiba-tiba pesawat yang saya naiki menabrak punggung gunung Gede Jawa Barat.

Pesawat jenis FG-10 itu meledak dan hancur. Mengerikan sekali, kecelakaan ini mengakibatkan 50% tubuh Dwi terbakar.

Bethania Eden, yang kini menjadi istri Dwi mengenang musibah itu.
Pagi hari sebelum Dwi terbang, dia telepon saya sekitar jam 5 pagi. Dia janji akan telepon saya sekitar jam 8 pagi setelah di landing. Saya tunggu ternyata dia tidak telepon. Sekitar jam 10 pagi datang telepon yang memberitahu bahwa pesawat yang ia naiki bersama instrukturnya mendapat kecelakaan menabrak punggung gunung Gede. Statusnya saya tidak bisa bertemu dengan Dwi. Saya hanya mendengar kabar dari temannya bahwa kondisi Dwi kritis dan dia koma.

Sejak awal memang hubungan Dwi dan Bethania atau yang dipanggil Ibeth telah ditentang oleh orang tua Dwi karena perbedaan latar belakang keluarga. Oleh karena itu Ibeth tidak diperbolehkan untuk melihat keadaan Dwi.

Hari keempat saya jumpai dokter sudah mulai gelisah, mondar mandir dan orang tuanya menangis. Disitu saya mulai curiga apa yang terjadi di dalam. Saya satu-satunya orang yang tidak tahu kondisi dia didalam seperti apa. Saya hanya bisa tanya pada temannya, tapi temannya tidak mau memberitahu apa-apa karena setiap kali saya datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dwi, setiap kali itulah saya menerima penolakan. Pertama mereka menganggap saya adalah pembawa sial dan saya tidak boleh dekat dengan anaknya. Pada saat itu saya sedih sekali, saya cuma bisa pergi ke kapel. Disitulah saya berkomitmen pada Tuhan. Saya katakan : “Tuhan jangan ambil kekasih saya. Tuhan kalau Engkau kembalikan dia kepadaku maka aku berjanji kepadaMu, apapun yang terjadi di depan, aku akan setia mendampingi dia selama-lamanya”.

Mujizat terjadi menyertai nazar Ibeth.
Begitu saya selesai berjanji, pada saat itulah Dwi siuman. Dan pada saat dia siuman, tanpa dia sadari dia memanggil nama saya. Begitu saya lihat wajah dia saya kaget luar biasa. Saya hampir tidak bisa mengenali wajahnya itu.

Rupa dan tubuh Dwi hancur akibat musibah ini.
Tubuh saya mengalami cacat dimana akibat dari kecelakaan tersebut kepala saya rambutnya hampir tidak bisa tumbuh lagi semuanya, bulu mata maupun alis hilang, kedua kelopak mata tidak sempurna dan kedua daun telinga saya hilang. Jari-jari tangan saya mengalami kontraktur, karena terbakar kedua siku tangan atau tulang rawannya terbakar sehingga siku saya tidak bisa digerakkan. Dan tubuh saya mengalami luka parut maupun luka akibat terbakar.

Dengan keadaan yang parah seperti itu, Dwi harus menjalani 15 kali bedah konstruksi untuk mengembalikan bentuk tubuhnya yang rusak.

Ibeth tetap setia mendampingi Dwi.
Tahun 1999 saya mendapat kabar kalau Dwi akan dikeluarkan dari rumah sakit. Bukan karena sembuh, tapi karena biaya yang dibutuhkan sudah lagi tidak diberikan oleh pemerintah. Saya juga mendapatkan selentingan kabar kalau orang tuanya akan mengasingkan dia, mengisolasi dia. Saya tidak rela Dwi diperlakukan seperti itu. Saya datang pada orang tua saya, saya katakan bahwa saya akan menikah. Mereka 100% menolak dan tidak setuju punya menantu yang kondisinya seperti Dwi. Tapi saya bersikeras bahwa saya mau menikahi Dwi karena saya tidak mau dia dibawa ke daerah pedalaman itu. Pada akhirnya saya memberanikan diri datang pada orang tua Dwi dan disitulah saya melamar Dwi.

Walau ditentang berbagai pihak, Bethania bersikeras untuk dapat menikahi Dwi. Pada tanggal 17 Juli 1999, pasangan ini dipersatukan dalam sebuah pernikahan kudus.

Ternyata Dwi juga dilanda kebimbangan.
Dalam hati dan pikiran saya ada dua pilihan antara ya dan tidak. Dalam kondisi fisik seperti ini, bagaimana saya bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik, yang bisa menafkahi keluarga saya?. Ditolak, dikucilkan, disepelekan dan tidak dihargai itu semua adalah perasaan yang sangat menyakitkan. Pada saat itu saya berpikir pada saat orang memandang saya seperti itu maka saya adalah orang yang tidak berguna. Saya seolah berpikir bahwa saya adalah sampah yang tidak punya manfaat apa-apa.

Dalam keadaan itulah Ibeth bekerja menguatkan hidup Dwi.
Tapi satu hal yang saya syukuri pada saat itu Ibeth mengatakan bahwa masa depan ada di tangan Tuhan. Jawaban itu kembali menyegarkan dan menetramkan hati saya. Ada beberapa nasehat yang seringkali dia katakan : kalau kamu malu, kamu akan semakin terpuruk tetapi kamu harus belajar menerima kenyataan, belajar menerima apa yang telah terjadi dengan besar hati. Pada saat kamu bisa menerima apa yang sudah terjadi, itu adalah tahap selangkah lebih maju yang sudah kamu raih. Pada saat itu saya berpikir orang seperti saya akan sulit mendapatkan pekerjaan. Tapi satu hal yang luar biasa, satu saat ada tawaran untuk menjadi seorang sales satu asuransi.

Mulanya Ibeth merasa tawaran ini sebagai ejekan.
Saat itu tawarannya seperti mengejek yang bunyinya : “Pak Dwi, maukah menjadi seorang agen. Lucu kali yah kalau bapak jadi agen, kalau ada klien yang datang, kliennya pasti takut dan langsung kabur.” Dwi sudah mulai down dibilang seperti itu, tapi saya bilang : “Dwi, pekerjaan apapun yang Tuhan titipkan pada kamu, kamu harus lakukan, dalam nama Tuhan maka kamu akan berhasil.” Ternyata benar, dua bulan dikasih waktu mengumpulkan satu klien, tidak sampai dua bulan Tuhan membuka jalan dan dia bisa mengumpulkan klien 45 orang. Tahun 2003 dia bahkan menjadi the best agent disitu.

Rasa percaya diri Dwi secara perlahan pulih.
Rasa percaya diri yang muncul itu tidak datang seketika tetapi empat tahun setelah kecelakaan. Itu bukan waktu yang singkat. Satu hal yang saya yakin dan percaya bahwa Ibeth, kekasih saya yang sekarang sudah menjadi istri, dia adalah seorang penolong yang Tuhan hadirkan dalam kehidupan saya. Mungkin kalau tidak ada Ibeth yang Tuhan kirimkan dalam hidup saya, mungkin saya menjadi orang gila, atau mungkin saya sudah bunuh diri atau mungkin punya sifat atau karakter tidak seperti saat ini.

Saat ini Dwi dan Bethania telah dikaruniai seorang anak. Dwi juga telah bekerja di sebuah perusahaan media cetak. Kini dia bahkan mengerti mengapa Tuhan mengijinkan dirinya menjadi “pilot lain”, sesuatu yang diluar angan-angannya.

Dulu saya bercita-cita untuk menjadi seorang pilot yang membawa penumpang dari satu kota ke kota lainnya. Tetapi lewat proses kecelakaan, melalui apa yang saya alami ternyata Tuhan membuat saya menjadi seorang pilot, bukan pilot dunia, tetapi pilotnya Tuhan, karena pada saat saya mengambil bagian dalam pelayanan banyak jiwa dikuatkan, banyak jiwa yang telah jauh dari Tuhan bisa kembali kepada Tuhan. Dari gelap kepada terang, dari neraka menuju ke Surga.

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:37-39)

Senin, 04 April 2011

Kain Ikat : Pulau Sumba terkenal dengan kain ikatnya yang indah dan unik, kain ikat tersebut ditenun selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Kain ikat yang baik mempunyai nilai tradisionil dan ekonomi yang tinggi sekali. Selembar kain ikat Sumba yang baik dapat mencapai jutaan rupiah.
Kain ikat atau kain tenun ini dibuat dari kapas atau benang katun yang diwanteks, kadang-kadang proses mewainai benang yang akan di tenun itu dilakukan dengan sangat tradisonil yaitu dengan menanamnya kedalam tanah untuk beberapa minggu sebelum di tenun. Secara tradisional hanya wanita Sumba yang diperbolehkan menenun kain. Upacara penguburan dan kuburan batu: Salah satu dari sekian banyak keunikan yang terdapat di Sumba adalah upacara penguburan mayatnya yang dilakukan secara besar-besaran dan bentuk kuburan batunya yang unik

pasola sumba

Pasola Sumba

Pasola : Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisionil yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar supaya panen tahun tersebut berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut pasola. Pasola adalah ‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira1,5 cm yang ujungnya dibiarkan tumpul. Walaupun tombak tersebut tumpul, pasola kadang-kadang memakan korban bahkan korban jiwa. Tapi tidak ada dendam dalam pasola, kalau masih penasaran silakan tunggu sampai pasola tahun depannya. Kalau ada korban dalam pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman dari para dewa karena telah telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan.

Pasola, Tragedi Asmara di Padang Savana


Membedah pulau Sumba terbesit pesan Sumba adalah pulaunya para arwah. Di setiap sudut kota dan kampungnya tersimpan persembahan dan pujian para abdi. Nama Sumba atau Humba berasal dari nama ibu model Rambu Humba, istri kekasih hati Umbu Mandoku, salah satu peletak landasan suku-suku atas kabisu-kabisu Sumba.
Dua pertiga penduduknya adalah pemeluk yang khusuk berbakti kepada arwah para leluhurnya, khususnya kepada bapak besar bersama, sang pengasal semua suku. Marapu menurut petunjuk dan perhitungan para Rato, Pemimpin Suku dan Imam agung para Merapu. Altar megalik dan batu kuburan keramat yang menghias setiap jantung kampung dan dusun (paraingu) adalah bukti pasti akan kepercayaan animisme itu.
Sumba, pulau padang savana yang dipergagah kuda-kuda liar yang kuat yang tak kenal lelah menjelajah lorong, lembah dan pulau berbatu warisan leluhur. Binatang unggulan tingkatan mondial itu semakin merambah maraknya perang akbar pasola, perang melempar lembing kayu sambil memacu kuda, untuk menyambut putri nyale, si putri cantik yang menjelma diri dalam ujud cacing laut yang nikmat gurih.
Pasola berasal dari kata `sola’ atau `hola’, yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa’ (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan. Pasola diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan Februari di Kodi dan Lamboya. Sedangkan bulan Maret di Wanokaka. Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga Kabisu dan Paraingu dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh masyarakat umum.
Sedangkan peserta permainan adalah pria pilih tanding dari kedua Kabius yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus yakni memacu kuda dan melempar lembing (hola). Pasola biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta nyale.

HISTORY GAN......hhhehheh
klo ada yg masih kurang historynya tolong di coment...

Skandal Janda Cantik

Menelurusi asal-usulnya, pasola berasal dari skandal janda cantik jelita, Rabu Kaba sebagaimana dikisahkan dalam hikayat orang Waiwuang. Alkisah ada tiga bersaudara: Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu Dula memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka hendak melaut. Tapi nyatanya mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil padi. Setelah dinanti sekian lama dan dicari kian ke mari tidak membuahkan hasil, warga Waiwuang merasa yakin bahwa tiga bersaudara pemimpin mereka itu telah tiada. Mereka pun mengadakan perkabungan dengan belasungkawa atas kepergian kematian para pemimpin mereka.
Dalam kedukaan mahadahsyat itu, janda cantik jelita `almarhum’ Umbu Dulla, Rabu Kaba mendapat lapangan hati Rda Gaiparona, si gatotkaca asal Kampung Kodi. Mereka terjerat dalam asmara dan saling berjanji menjadi kekasih.
Namun adat tidak menghendaki perkawinan mereka. Karena itu sepasang anak manusia yang tak mampu memendam rindu asmara ini nekat melakukan kawin lari. Janda cantik jelita Rabu Kaba diboyong sang gatot kaca Teda Gaiparona ke kampung halamannya. Sementara ketiga pemimpin warga Waiwuang kembali ke kampung. Warga Waiwuang menyambutnya dengan penuh sukacita.
Namun mendung duka tak dapat dibendung tatkala Umbu Dulla menanyakan perihal istrinya. ‘Yang mulia Sri Ratu telah dilarikan Teda Gaiparona ke Kampung Kodi,’ jawab warga Waiwulang pilu. Lalu seluruh warga Waiwulang dikerahkan untuk mencari dua sejoli yang mabuk kepayang itu. Keduanya ditemukan di kaki gunung Bodu Hula.
Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang di kaki gunung Bodu Hula namun Rabu Kaba yang telah meneguk madu asmara Teda Gaiparona dan tidak ingin kembali. Ia meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla. Teda Gaiparona lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti. Setelah seluruh belis dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona.
Pada akhir pesta pernikahan keluarga, Teda Gaiparona berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik Rabu Kaba. Atas dasar hikayat ini, setiap tahun warga kampung Waiwuang, Kodi dan Wanokaka Sumba Barat mengadakan bulan (wula) nyale dan pesta pasola.
Akar pasola yang tertanam jauh dalam budaya masyarakat Sumba Barat menjadikan pasola tidak sekadar keramaian insani dan menjadi terminal pengasong keseharian penduduk. Tetapi menjadi satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur. Pasola adalah perintah para leluhur untuk dijadikan penduduk pemeluk Marapu. Karena itu pasola pada tempat yang pertama adalah kultus religius yang mengungkapkan inti religiositas agama Marapu. Hal ini sangat jelas pada pelaksanaan pasola, pasola diawali dengan doa semadhi dan Lakutapa (puasa) para Rato, foturolog dan pemimpin religius dari setiap kabisu terutama yang terlibat dalam pasola.
Sedangkan sebulan sebelum hari H pelaksanaan pasola sudah dimaklumkan bulan pentahiran bagi setiap warga Paraingu dan pada saat pelaksanaan pasola, darah yang tercucur sangat berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panenan. Bila terjadi kematian yang disebabkan oleh permainan pasola, dipandang sebagai bukti pelanggaran atas norma adat yang berlaku, termasuk bulan pentahiran menjelang pasola.
Pada tempat kedua, pasola merupakan satu bentuk penyelesaian krisis suku melalui `bellum pacificum’ perang damai dalam permainan pasola. Peristiwa minggatnya janda Rabu Kaba dari Keluarga Waiwuang ke keluarga Kodi dan beralih status dari istri Umbu Dulla menjadi istri Teda Gaiparona bukanlah peristiwa nikmat. Tetapi peristiwa yang sangat menyakitkan dan tamparan telak di muka keluarga Waiwuang dan terutama Umbu Dulla yang punya istri. Keluarga Waiwuang sudah pasti berang besar dan siap melumat habis keluarga Kodi terutama Teda Gaiparona. Keluarga Kodi sudah menyadari bencana itu. Lalu mencari jalan penyelesaian dengan menjadikan seremoni nyale yang langsung berpautan dengan inti penyembahan kepada arwah leluhur untuk memohon doa restu bagi kesuburan dan sukses panen, sebagai keramaian bersama untuk melupakan kesedihan karena ditinggalkan Rabu Kaba. Pada tempat ketiga, pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam pasola dan bagi masyarakat umum. Permainan jenis apa pun termasuk pasola selalu menjadi sarana sosial ampuh. Apalagi bagu kedua kabisu yang terlibat secara langsung dalam pasola. Selama pasola berlangsung semua peserta, kelompok pendukung dan penonton diajak untuk tertawa bersama, bergembira bersama dan bersorak-sorai bersama sambil menyaksikan ketangkasan para pemain dan ringkik pekikan gadis-gadis pendukung kubu masing-masing. Karena itu pasola menjadi terminal pengasong keseharian penduduk dan tempat menjalin persahabatan dan persaudaraan. Sebagai sebuah pentas budaya sudah pasti pasola mempunyai pesona daya tarik yang sangat memukau. Olehnya pemerintah turut mendukung dengan menjadikan pasola sebagai salah satu ‘mayor event’.

Kain Ikat khas sumba :


Pulau Sumba terkenal dengan kain ikatnya yang indah dan unik, kain ikat tersebut ditenun selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Kain ikat yang baik mempunyai nilai tradisionil dan ekonomi yang tinggi sekali. Selembar kain ikat Sumba yang baik dapat mencapai jutaan rupiah.
Kain ikat atau kain tenun ini dibuat dari kapas atau benang katun yang diwanteks, kadang-kadang proses mewainai benang yang akan di tenun itu dilakukan dengan sangat tradisonil yaitu dengan menanamnya kedalam tanah untuk beberapa minggu sebelum di tenun. Secara tradisional hanya wanita Sumba yang diperbolehkan menenun kain. Upacara penguburan dan kuburan batu: Salah satu dari sekian banyak keunikan yang terdapat di Sumba adalah upacara penguburan mayatnya yang dilakukan secara besar-besaran dan bentuk kuburan batunya yang unik.

KEMATIAN DAN KEHIDUPAN ORANG SUMBA


Orang Sumba percaya bahwa kehidupan dan kematian adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, kematian seseorang adalah hal yang sama penting dengan kehidupannya. Dan seluruh proses kehidupan dan kematian tidak bisa dipisahkan dengan ternak mereka (kerbau, sapi, kuda dan babi). Hewan mempunyai nilai tradisional yang sangat tinggi, dan memegang peranan yang penting dalam perkawinan atau pesta adat. Kalau seorang pria mempersunting wanita Sumba, dia harus membayar mas kawin berupa kerbau, kuda atau sapi yang jumlahnya tergantung dari kedudukan ayah atau keluarga wanita tersebut dalam masyarakat, tetapi jumlah tersebut sekitar 50 sampai 400 ekor bahkan lebih.
Begitu pula kalau ada anggota keluarga yang meninggal, pada saat penguburan, berpuluh-puluh hewan disembeli, jumlah hewan yang disembeli juga tergantung pada kedudukan orang yang meninggal atau keluarganya dalam masyarakat.
Bentuk kuburan orang Sumba juga unik, terbuat dari batu berbentuk kotak besar dengan tutup yang juga terbuat dari batu


(lihat foto). Setiap keluarga bisanya punya sebuah batu kubur, jadi kalau ada anggota keluarga yang meninggal bisanya dikuburkan dalam batu kubur yang disediakan untuk semua anggota keluarga itu.
a:link,a:visited,#main .post-body a:hover{color:#069;text-decoration:none} a:hover,#main .post-body a:link,#main .post-body a:visited{color:#069;text-decoration:underline}
Letakkan kode iklan disini